Jumat, 20 September 2013
Rabu, 18 September 2013
Amalan Anak Kecil Yang Belum Baligh, Untuk Siapa (Pahala Amalan Itu) Ditulis?
Pertanyaan:
Apakah amalan anak kecil yang belum baligh seperti shalat, haji, tilawah Al Qur’an semuanya dihitung untuk orang tuanya ataukah untuk dirinya sndiri?
Jawab:
Alhamdulillah….
Amalan anak kecil yang belum baligh – yang dimaksud dalam hal ini amalan shalih –pahala amalan tersebut adalah untuk dirinya sendiri bukan untuk orang tuanya, tidak pula untuk yang lainnya. Akan tetapi orang tuanya mendapatkan pahala karena mengajari anaknya, mengarahkannnya kepada kebaikan, dan membantunya untuk mewujudkan kebaikan itu. Berdasarkan hadis dalamShahih Muslim dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan, “Ada seorang perempuan mengangkat anaknya seraya berkata, “Wahai Rasulullah apakah anak ini juga mendapatkan pahala haji?” Beliau menjawab: “Benar, dan engkau mendapatkan pahala.”(HR. Muslim)
Dalam hadis tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa pahala haji milik anak kecil tersebut, sementara ibunya mendapatkan pahala karena telah menghajikan anaknya.
Demikian juga selain orang tua, akan mendapatkan pahala karena amalan kebaikan yang ia kerjakan. Seperti mengajari orang yg menjadi tanggungannya, seperti anak yatim, kerabat dekat, pembantu atau selain merka. karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Barangsiapa yang menunjukkan kebaikan (kepada orang lain) maka dia mendapat pahala sebagaimana pahala seperti orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim dalam shahihnya)
Disamping itu, semacam ini termasuk ta’awun (tolong-menolong) dalam kebaikan dan taqwa. Dan Allah subhanahu wa ta’ala yang bisa memberikan pahala untuk itu semua.
Pesan Taqwa dalam Khutbatul Hajah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallambiasa membuka khutbah ataupun nasehatnya dan pelajarannya dengan mukadimah yang dikenal dengan istilah khutbatul hajah. Berikut ini teksnya: [1]
Segala puji bagi Allah , kepadaNya kita memuji, mohon pertolongan, mohon ampunan, dan mohon perlindungan dari bahaya diri kita dan buruknya amal-amal perbuatan kita. Barang siapa yang diberi petunjuk Allah ta’ala maka tiada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang sesat maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk –kecuali dengan izin Allah-. Dan bahwasanya saya bersaksi tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah ta’ala semata, tiada sekutu bagiNya, dan saya bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusanNya.
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepadaNya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Ali imron: 102)
“Wahai manusia! Bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertaqwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu. “ (QS. An nisa’: 1)
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu dan barangsiapa menaati Allah dan rasulNya maka sungguh dia menang dengan kemenangan yang agung.” (QS. Al ahzab: 70-71)
Adapun selanjutnya,
Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah kitab Allah (Al qur’an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu’alaihiwasalam, dan seburuk-buruk perkara (dalam urusan agama) adalah yang diada-adakan, dan semua yang diada-adakan itu adalah bid’ah, dan semua bid’ah itu sesat, dan semua kesesatan tempatnya di neraka.
Demikian kalimat pembuka yang sering disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam khutbahn beliau.
Barang siapa merenungkan khutbah Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya ini, maka ia akan mendapati banyak penjelasan tentang petunjuk –sunnah- dan tauhid, penyebutan sifat-sifat Rabb yang Maha Tinggi, pokok-pokok iman seluruhnya, dakwah kepada Allah, penyebutan ketinggian Allah ta’ala yang menjadikan Dia mencintai Makhluk-Nya, hari kiamat yang menjadikan para sahabat takut keburukannya, perintah untuk mengingat-Nya bersyukur kepada-Nya yang menjadikan para sahabat cintai kepada-Nya. Sehingga mereka –para sahabat- akan mengingat keagungan Allah dan sifat-sifat serta nama-nama-Nya yang menjadikan Dia cinta kepada makhluk-Nya, mengamalkan perintah untuk menta’ati-Nya bersyukur kepadaNya mengingatNya yang mana menjadikan mereka –para sahabat- cinta kepada Allah. Mereka mendengarkan sampai selesai kemudian pulang dan sungguh mereka mencintai Allah dan Allah mencintai para sahabat.
Keutamaan Taqwa dalam Ayat-ayat Al-Qur’an
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan” (QS. An naba’: 31)
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (syurga) dan mata air- mata air” (QS. Adz dzaariyat : 15)
“katakanlah: ‘apa (adzab) yang demikian itukah yang baik, atau surga yang kekal yang telah dijanjikan kepada orang-orang yang bertaqwa?’ Dia menjadi balasan dan tempat kembali bagi mereka?” (QS. Al furqon : 15)
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sesungguhnya kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS. Al an’am : 32)
“…bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa” (QS. At taubah: 123)
“Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu al-Furqan [2]. Dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. Al anfaal: 29)
“…Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa” (QS. At taubah: 4)
Ayat-ayat diatas sekaligus menunjukkan begitu pentingnya taqwa, sebagaimana pula dalam khutbatul hajah yang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sampaikan seperti pada pembukaan artikel ini, beliau mengingatkan tentang taqwa dengan tiga ayat Al qur’an. Maka perlu bagi kita untuk mengenal taqwa.
Taqwa itu Letaknya Didalam Hati
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata:”…taqwa itu disini, seraya menunjuk ke dadanya sebanyak tiga kali…”[3]
Imam Nawawi -rahimahullah- menjelaskan: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallammenunjuk ke dadanya, maksudnya hati. Dalam hadits Arba’in nawawi ke-6 Beliau menjelaskan ‘dalam jasad ada segumpal daging, jika baik maka baik seluruh jasad’
Ibnu Daqiq Al ‘id -rahimahullah- menjelaskan: makna dari hadits tersebut, dan dalam riwayat lain: ‘Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasad-jasad kalian dan rupa-rupa kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati-hati kalian’ maknanya, amalan dhohir (yang tampak) belum tentu dapat menghasilkan ketaqwaan, namun ketaqwaan itu adalah apa yang terdapat di dalam hati dari pengagungan, khasy-yah (rasa takut yang disertai pengagungan), mendekatkan diri kepada Allah dan hati yang merasa diawasi Allah ta’ala yaitu dengan menyadari bahwa Allah melihat dan meliputi segala sesuatu. Dan makna melihat hati-hati kalian –wallahu a’lam- adalah melihat harapan dan persangkaan, dan hal itu semua dilakukan dengan hati.
Ibnu ‘Utsaimin -rahimahullah- mengatakan: “Taqwa kepada Allah ta’ala itu letaknya di hati, jika hatinya bertaqwa maka anggota badannya juga.”
Perintah Bertaqwa Hingga Maut Menjemput
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepadaNya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Ali imron: 102)
Syaikh As sa’di -rahimahullah- menjelaskan: “Ayat di atas merupakan perintah Allah untuk hamba-Nya yang beriman agar bertaqwa kepada-Nya dengan sebenar-benarnya taqwa dan tetap bertaqwa hingga akhir hayat. Barangsiapa bersungguh-sungguh terhadap sesuatu, maka ia akan menginggal di atas sesuatu itu. Maka barang siapa yang keadaannya, hidupnya dan keberadaannya terus menerus di atas taqwa kepada Rabbnya dan ketaatan kepada-Nya, kematian akan menimpanya di saat seperti itu. Allah ta’alaakan mengokohkan taqwa ketika kematiannya dan memberinya kematian khusnul khatimah. Taqwa kepada Allah itu –menurut Ibnu Mas’ud adalah menta’ati sehingga tidak bermaksiat, mengingat sehingga tidak melupakan, dan bersyukur sehingga tidak mengkufuri. Ayat ini menunjukkan penjelasan hak Allah ta’ala yaitu ketaqwaan hamba. Adapun kewajiban hamba terhadap taqwa ini, yaitu sesuai ayat: ‘bertaqwalah kepada Allah semampu kalian’ dan penjelasan tentang taqwa itu di dalam hati dan diaplikasikan anggota badan sangat banyak. Kesemuanya menjelaskan taqwa adalah mengerjakan perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya”.
Penutup
Derajat ketaqwaan seseorang itu bertingkat tingkat. Ada yang sudah bisa sampai menjauhi hal – hal yang mubah karena takut syubhat, ada yang baru bisa sampai menjauhi hal – hal yang makruh. Yang paling rendah, menjauhi hal – hal yang haram, walaupun masih belum bisa menjauhi hal – hal yang makruh apalagi yang mubah. Maka bersyukurlah bagi yang telah mencapai tingkatan yang lebih tinggi dari yang lain dan bersungguh-sungguhlah untuk terus menjaga taqwa hingga ajal menjemput dengan minta pertolongan kepada Allah ta’ala.
Wallaahu a’lam bissawwaab
Artikel Muslimah.Or.Id
Penulis : Ummu Shalihah
Muraja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits
Maraji’
- Al wajiiz fii fiqhu as sunnah wa al kitaab al ‘aziiz, ‘Abdul ‘Adziim bin Badawi, Daar Al fawaaid
- Taisiir Al kariim Ar rahmaan fii tafsiir kalaam al mannaan, Al ‘allaamah Asy syaikh ‘Abdurrahmaan bin Naashir As sa’diy, Daar Ibnu Hazm
- Syarhu Al arba’iin An nawawiyah fii Al ahaadiitsi As shahiihah An nabawiyyah, Daar Al Mustaqbal
Kaidah Yang Dibutuhkan Seorang Muslim Di Zaman Fitnah
Aturan Dan Kaidah Yang Dibutuhkan Seorang Muslim Di Zaman Fitnah
- Jangan mengikuti perasaan dan membentenginya dengan syariat.
- Memastikan kebenaran suatu berita dan jangan terburu-buru.
- Hati-hatilah terhadap kebodohan dan bersemangatlah dalam mendapatkan ilmu dan belajar.
- Ketika terjadi perselisihan, berhati-hatilah kalian terhadap pendapat orang awam dan pegangi nasehat ulama.
- Berhati-hatilah kalian terhadap perkara baru dan tetaplah mengikuti sunnah
- Jangan mendekati fitnah dan menjauhlah dari fitnah.
- Mencegah terjadinya fitnah lebih mudah dari pada menghilangkannya.
- Berhati-hati, jangan mengikuti hawa nafsu ketika mengambil fatwa dan ambillah fatwa yang berdasarkan dalil.
- Jika anda adalah orang awam, janganlah mengambil fatwa berdasarkan nafsu dan ikutilah (taqlidlah) kepada orang yang lebih berilmu.
- Berhati-hatilah terhadap perubahan yang tak pasti dan tetaplah di atas aturan agama (Islam) dengan cahaya quran dan sunnah.
- Janganlah menentang nash-nash untuk mengikuti apa yang Anda inginkan, namun jadikan keinginan Anda sesuai nash.
- Berhati-hatilah terhadap perpecahan dan tetaplah bersatu dengan jama’ah.
- Berhati-hatilah terhadap kedzaliman, kejahatan dan penyiksaan. Pegangi sikap adil dan orang-orang yang adil, ikuti kebenaran dan orang-orang yang benar.
- Janganlah mengharapkan terjadi fitnah (revolusi) dan berlindunglah kepada Allah dari keburukan fitnah.
- Jangan tertipu dengan gemerlap fitnah (revolusi), namun lihatlah hakekat di balik fitnah dengan pandangan seorang mukmin.
- Berhati-hati dari sikap ghuluw (berlebihan) dan tetap pada sikap seimbang
- Berhati-hati dari maksiat (kedurhakaan) dan lakukanlah ketaatan.
- Jangan apriori ketika menilai dan pahami kebenaran dari akar hingga ujung.
Jika Seorang Hamba Membenci Takdirnya
Jika seorang hamba membenci takdirnya, maka ia harus memperhatikan enam hal berikut ini:
- Sisi Tauhid. Allah lah yang menentukan, menghendaki dan menciptakannya. Jika Allah tidak berkehendak maka sesuatu tidak akan terjadi.
- Sisi Keadilan. Kebijakan Allah sangat tepat dan keputusan-Nya sangat adil.
- Sisi Rahmat. Rahmat Allah dalam ketetapan ini mengalahkan kemurkaan dan kedendaman-Nya.
- Sisi Hikmah. Allah menakdirkan sesuatu tidak sia sia. Segala sesuatu pasti ada hikmahnya.
- Sisi Puji Syukur. Hanya Allah lah yang memiliki segala bentuk pujian dari segala penjuru.
- Sisi Ubudiyyah. Manusia adalah hamba bila di tinjau dari segala segi, maka berlaku atasnya hukum dan keputusan tuannya; yaitu hukum keberadaan, kepemilikan dan pengabdiannya. Rabb akan mengatur hamba-Nya dibawah peraturan-peraturan-Nya seperti peraturan keagamaan. Dialah referensi segala hukum yang berlaku bagi para hamba-Nya.
Definisi Waliyullah Fatwa Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan
Soal:
Sebagian orang menyematkan gelarwaliyullah (wali Allah) pada orang-orang tertentu. Sebenarnya bagaimana ciri seorang waliyullah itu? Dan bagaimana caranya mencapai derajat waliyullah? Apakah mereka hanya ada di masa tertentu saja? Ataukah mereka ada di setiap zaman?
Jawab:
Ciri-ciri waliyullah adalah sebagaimana batasan yang disebutkan Allah dalam ayat:
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa” (QS. Yunus: 62-63).
Maka waliyullah adalah mereka yang beriman dan bertakwa, inilah ciri-ciri mereka. Maka barangsiapa yang memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, dia termasuk wali Allah ‘azza wa jalla. Dan ini bisa dicapai oleh setiap muslim, sesuai dengan kadar iman mereka, kapan pun dan dimana pun. Wallahu’alam.
Bolehkah Wanita Mengakhirkan Shalat Isya Hingga Larut Malam?
Soal:Putri saya mengakhirkan shalat Isya hingga mendekati pukul 12 malam secara rutin, apa pendapat anda mengenai hal ini?Jawab:Dibolehkan mengakhirkan shalat Isya, bahkan itu yang lebih afdhal, yaitu mengakhirkan shalat Isya’ hingga sepertiga malam (yang pertama-ed). Ini lebih afdhal kecuali bagi orang yang diwajibkan untuk shalat berjama’ah, maka ia wajib shalat berjama’ah. Juga bagi orang yang khawatir tertidur maka hendaknya ia shalat Isya’ sebelum tidur. Adapun bagi orang yang kuat terjaga hingga malam dan ia tidak diwajibkan shalat berjama’ah maka yang afdhal adalah mengakhirkan shalat Isya hingga sepertiga malam (sepertiga malam pertama -ed).
Diantara Jalan-Jalan Kebajikan
Hadits
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ، كُلُّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ تَعْدِلُ بَيْنَ اثْنَيْنِ صَدَقَةٌ، وَتُعِيْنُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ، وَبِكُلِّ خُطْوَةٍ تَمْشِيْهَا إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ وَ تُمِيْطُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ صَدَقَةٌ
[رواه البخاري ومسلم ]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,ia mengatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda, ”Setiap persendian manusia ada sedekahnya setiap hari di mana matahari terbit di dalamnya, kamu mendamaikan di antara dua orang adalah sedekah,kamu membantu seseorang untuk menaikkannya di atas kendaraannya atau mengangkatkan barangnya di atasnya adalah sedekah, kalimat yang baik adalah sedekah, pada tiap-tiap langkah yang kamu tempuh menuju shalat adalah sedekah, dan kamu membuang gangguan dari jalan adalah sedekah.”(HR.al-Bukhari ,no.2989 dan Muslim, no 1009)
Kosa Kata
سُلاَمَى : Persendian, yaitu persendian manusia,yang dalam hadits disebutkan berjumlah 360 persendian.
تَعْدِلُ بَيْنَ اثْنَيْن : Kamu mendamaikan di antara dua orang dan memutuskan perkara di antara dua orang yang bersengketa.
وَتُعِيْنُ الرَّجُلَ : Kamu membantu seseorang untuk menaiki kendaraannya,atau mengangkatkan barangnya ke atasnya.
وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ : Kata-kata yang baik,lawannya kata-kata yang buruk.
َ وَ تُمِيْطُ اْلأَذَى : Membuang gangguan, menyingkirkan segala yang dapat mengganggu orang yang berjalan, berupa kotoran, duri, batu, dan sejenisnya.
خطْوة : Kha’ di fathah berarti satu langkah, kha’ di dhammahkan berarti langkah antara dua kaki.
Syarah
Imam an -Nawawi rahimahullah,berkata:
Sabdanya, كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ (Setiap persendian manusia ada sedekahnya).Sulama (persendian) ialah anggota tubuh manusia. Beliau menyebutkan bahwa semuanya berjumlah 360 anggota, tiap-tiap anggota darinya ada sedekahnya setiap hari. Setiap amalan kebajikan berupa tasbih, tahlil,takbir atau langkah menuju shalat adalah sedekah. Siapa yang menunaikan dua rakaat pada awal harinya, maka ia telah menunaikan zakat badannya lalu ia memelihara sisanya. Disebutkan dalam hadits bahwa dua rakaat Dhuha menduduki kedudukan hal itu.
Allah berfirman (yang artinya), “Wahai manusia, shalatlah untukKu empat rakaat diawal siang, maka Aku mencukupimu pada akhirnya.” (Hadits shahih riwayat Ahmad 6/451 dan dishahihkan oleh al – Albani dalam Shahih al Jami’ no 4339)
Imam Ibnu Daqiq al-‘Id rahimahullah,berkata:
Sabdanya, سُلاَمَى dengan dhammah sin dan meringankan lam, bermakna persendian dan anggota tubuh. Disebutkan dalam Shahih Muslim bahwa semuanya berjumlah 360.
Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda:
“Sesunguhnya Allah menciptakan setiap manusia dari Bani Adam dengan 360 persendian. Barangsiapa yang bertakbir, bertahmid, bertahlil, bertasbih dan beristighfar serta menyingkirkan batu dari tengah jalan, duri atau tulang dari tengah jalan yang dilewati manusia, menyuruh yang ma’ruf atau mencegah yang mungkar sebanyak 360 persendian tersebut, maka ia berjalan pada hari itu dalam keadaan telah mengentaskan dirinya dari neraka.” (Shahih Muslim, no: 1007)
Al-Qadhi Iyadh mengatakan, ”Pada asalnya istilah untuk tulang telapak tangan, jari-jari dan kaki, kemudian dipergunakan untuk istilah semua tulang tubuh dan pesendiannya.”
Menurut sebagian ulama,maksudnya ialah sedekah tarhib wa tarhib (anjuran) bukan kewajiban dan keharusan. Disebutkan dalam Syarh an-Nawawi ‘ala Shahih Muslim, 7/95, ”Sedekah nadb watarghib (anjuran)” .Mungkin inilah yang benar, wallahu a’lam.
Sabdanya, تَعْدِلُ بَيْنَ اثْنَيْنِ صَدَقَةٌ Kamu mendamaiakan diantara dua orang adalah sedekah. Yakni mendamaikan diantara keduanya dengan adil.
Dalam hadits lain dari riwayat Muslim disebutkan,
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِصَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى
“Setiap hari tiap-tiap persendian seseorang dari kalian ada sedekahnya. Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah ,setiap takbir adalah sedekah, menyuruh yang ma’ruf adalah sedekah, mencegah yang mungkar adalah sedekah, dan cukup dari itu (semua) dua rakaat Dhuha yang dikerjakannya.”(HR.Muslim,no. 720)
Yakni dua rakaat sudah mencukupi dari sedekah-sedekah anggota tubuh ini karena shalat adalah amalan untuk semua anggota tubuh.Jika ia mengerjakan shalat,maka semua anggota tubuh melakukan tugasnya.Wallahu a’lam.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah,berkata:
Sabdanya, كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ، كُلُّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ (Setiap persendian manusia ada sedekahnya setiap hari di mana matahari terbit di dalamnya).Yakni setiap anggota tubuh dan persendian manusia ada sedekahnya.
كُلُّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ (Setiap hari dimana matahari terbit didalamnya).Yakni harus disedekahi setiap hari dimana matahari terbit di dalamnya. Sabdanya , كُلُّ سُلاَمَى ( setiap persendian ) adalah mubtada’ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ (ada sedekahnya) adalah kalimat khabar mubtada’ dan كُلُّ يَوْمٍ adalah zharf. Artinya setiap kali hari tiba maka setiap persendian manusia diharuskan bersedekah yang ditunaikannya sebagai rasa syukur kepada Allah ta’aala atas nikmat sehat dan kehidupan. Sedekah ini bukan sedekah harta saja tetapi bervariasi.
تَعْدِلُ بَيْنَ اثْنَيْنِ صَدَقَةٌ (Kamu mendamaikan diantara dua orang adalah sedekah).Yakni kamu menjumpai dua orang yang sedang berselisih lalu kamu memutuskan di antara keduanya dengan adil maka ini sedekah. Dan ini sedekah paling utama, berdasar Firman AllahTa’aala
لا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka,kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat ma’ruf atau mengadakan perdamaian diatara manusia.” ( An Nisa’: 114)
وَتُعِيْنُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ (Kamu membantu seseorang untuk menaikkannya di atas kendaraannya atau mengangkat barangnya di atasnya adalah sedekah).
Ini juga termasuk sedekah, kamu membantu saudaramu sesama muslim berkenaan dengan tunggangannya baik kamu menaikkannya di atas kendarannya jika ia tidak mampu melakukannya sendiri, maupun kamu menaikkan barangnya di atas kendaraannya. Ini juga sedekah,karena ini perbuatan baik dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ (Kalimat yang baik adalah sedekah).Kalimat yang baik ialah semua kalimat yang mendekatkan diri kepada Allah, seperti tasbih, tahlil, takbir, tahmid, menyuruh yang ma’ruf, mencegah yang mungkar, membaca Al -Qur’an, mengajarkan ilmu dan selainnya. Setiap kalimat yang baik adalah sedekah.
وَبِكُلِّ خُطْوَةٍ تَمْشِيْهَا إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ (Pada tiap-tiap langkah yang kamu tempuh menuju shalat adalah sedekah). Disebutkan dalam Shahihain dari hadits Abu Hurairah bahwa jika manusia berwudhu dengan sempurna dirumahnya, kemudian keluar dari rumahnya menuju masjid, ia tidak keluar kecuali untuk shalat, maka “Tidaklah ia melangkah satu langkah melainkan Allah meninggikan untuknya dengannya satu derajat dan menghapuskan darinya dengannya satu kesalahan.”
وَ تُمِيْطُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ صَدَقَةٌ (Dan kamu membuang gangguan dari jalan adalah sedekah).
Membuang gangguan artinya membuang gangguan dari jalan.
Gangguan (اْلأَذَى ) ialah segala yang menganggu orang yang melintas berupa air, batu, pecahan kaca, duri atau selainnya. Baik yang mengganggu mereka itu berasal dari tanah atau mengganggu mereka dari atas. Semisal bila di sana terdapat ranting-ranting pohon yang menjuntai yang mengganggu manusia lalu ia membuangnya, maka itu adalah sedekah.
Dalam hadits ini terdapat sejumlah faedah:
1.Setiap manusia diharuskan sedekah setiap hari di mana matahari terbit di dalamnya sebanyak jumlah persendiannya. Disebutkan persendian itu berjumlah 360 persendian..Wallahu a’lam.
2.Segala sesuatu yang mendekatkan kepada Allah ‘azza wa jalla berupa peribadatan dan berbuat baik kepada makhlukNya maka ia adalah sedekah. Apa yang disebutkan Nabishallallahu ‘alaihi wasallam adalah contoh-contoh mengenai hal itu. Disebutkan dalam hadits lain bahwa dua rakaat Dhuha yamg dikerjakannya sudah mencukupi dari hal ini.
Cara Wanita Mencukur Rambut Ketika Haji Dan Umrah
Perintah mencukur rambut termasuk dalam manasik haji. Bia dengan cara memendekkannya atau mencukur gundul. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
لَّقَدْ صَدَقَ اللَّهُ رَسُولَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ ۖ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِن شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَ
“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesunguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut…” (QS. Al-Fath: 27)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اَللّهُمَّ ارْحَمِ الْمُحَلِّقِيْنَ، قَالُوْا: وَالْمُقَصِّرِينَ، يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: اَللّهُمَّ ارْحَمِ الْمُحَلِّقِيْنَ، قَالُوْا: وَالْمُقَصِّرِيْنَ، يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: اَللّهُمَّ ارْحَمِ الْمُحَلِّقِيْنَ، قَالُوْا: وَالْمُقَصِّرِيْنَ، يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ: وَالْمُقَصِّرِيْنَ.
“Ya Allah, rahmatilah orang-orang yang mencukur (gundul) rambutnya.” Mereka berkata, “Dan orang-orang yang memendekkan rambutnya, wahai Rasulullah?” Beliau berdo’a lagi, “Ya Allah, rahmatilah orang-orang yang mencukur (gundul) rambutnya.” Mereka berkata, “Dan orang-orang yang memendekkan rambutnya, wahai Rasulullah?” Beliau berdo’a lagi, “Ya Allah, rahmatilah orang-orang yang mencukur (gundul) rambutnya.” Mereka berkata, “Dan orang-orang yang memendekkan rambutnya, wahai Rasulullah?” Beliau berdo’a lagi, “Dan orang-orang yang memendekkan rambutnya”1
Akan tetapi bagi wanita, memotong rambut tidak sebagaimana laki-laki, dipotong pendek semua rambut atau tidak digunduli. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ عَلَى النِّسَاءِ حَلْقٌ ، إِنَّمَا عَلَى النِّسَاءِ التَّقْصِيْرُ
“Wanita tidak boleh mencukur habis rambutnya tetapi boleh memendekkannya” 2
Cara memotongnya adalah dengan memotong sepanjang satu ruas jarinya dan tidak lebih dari itu. Pertama rambut digabung atau diikat atau dijalin, kemudian ujungnya dipotong satu ruas jari. Karena semua rambut juga harus di potong. Ibnu Qudamah rahimahullahberkata,
يلزم التقصير أو الحلق من جميع شعره , وكذلك المرأة
“wajib memotong atau menggundulkan semua rambut, demikian juga wanita (tidak digundul, pent)”3
Mengenai ukuran satu ruas jari adalah sebagaimana riwayat dari Ibnu umar ukurannya adalah “anmulah” (أنملة). Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata,
وتقصر منه المرأة قدر أنملة ” ، أي : أنملة الأصبع وهي مفصل الإصبع ، أي أن المرأة تمسك ضفائر رأسها إن كان لها ضفائر ، أو بأطرافه إن لم يكن لها ضفائر ، وتقص قدر أنملة ، ومقدار ذلك اثنان سنتيمتر تقريباً
“Wanita memotong Rambutnya seukuran “anmulah”, yaitu ruas jari, sendi jari. Wanita memegang jalinan rambutnya jika ada atau memegang ujungnya jika ada, kemudian dipotong seukuran ruas jari. Kira-kira 2 centimeter.”4
Bukan Untuk Memberatkan Kalian
Siapa yang bilang jadi orang kafir itu enak?
Jauh dari rahmat ilahi
Tak shalat lima kali sehari
Aurat tak dihijabi
Halal-haram tak dipeduli
Jauh dari rahmat ilahi
Tak shalat lima kali sehari
Aurat tak dihijabi
Halal-haram tak dipeduli
Siapa yang bilang jadi muslim itu susah?
Padahal perkara duniawi dan ukhrawi semuanya serba tertata
Jelas siapa yang disembah, hanya Allah yang Maha Esa
Lelaki muslim mulia karena kerja kerasnya
Wanita muslimah terjaga kehormatannya
Anak-anak dipelihara hak-haknya
Orang tua dihormati keberadaannya
Halal-haram jelas perbedaannya
Surga tempat kembalinya
Padahal perkara duniawi dan ukhrawi semuanya serba tertata
Jelas siapa yang disembah, hanya Allah yang Maha Esa
Lelaki muslim mulia karena kerja kerasnya
Wanita muslimah terjaga kehormatannya
Anak-anak dipelihara hak-haknya
Orang tua dihormati keberadaannya
Halal-haram jelas perbedaannya
Surga tempat kembalinya
Sekiranya seseorang beranggapan syariat Allah itu menyusahkan
Pasti ada yang tak beres dengan fitrahnya sebagai makhluq Ar-Rahman
Sebenarnya dia yang belum tahu semua hikmah ketetapan Al-Hakim Al-’Alim
Maka seharusnya dialah yang menyelam ke dalam hatinya kelam
Lalu kembali ke permukaan mencari cahaya hidayah yang luar biasa terang.
Pasti ada yang tak beres dengan fitrahnya sebagai makhluq Ar-Rahman
Sebenarnya dia yang belum tahu semua hikmah ketetapan Al-Hakim Al-’Alim
Maka seharusnya dialah yang menyelam ke dalam hatinya kelam
Lalu kembali ke permukaan mencari cahaya hidayah yang luar biasa terang.
طه ( 1 )
مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآَنَ لِتَشْقَى ( 2 )
إِلَّا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَى ( 3 )
“Thaha.
Tidaklah Kami turunkan Alquran kepadamu untuk memberatkanmu.
Tidaklah Kami turunkan Alquran kepadamu untuk memberatkanmu.
Melainkan sebagai pengingat bagi siapa saja yang takut (kepada Allah).” (Q.s. Thaha: 1–3)
Hanya sebatas sangkaan
Orang-orang musyrik menyangka syariat Allah itu menyusahkan; diturunkan bagi manusia semata untuk menambah beban. Padahal kenyataan yang ada adalah sebaliknya; ilmu yang diajarkan Allah mendatangkan kebaikan yang sungguh banyak. Telah diriwayatkan dari Mu’awiyah dalam dua kitab Ash-Shahih; dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“من يُرد الله به خيرًا يفقهه في الدين
‘Barang siapa yang diinginkan Allah kebaikan baginya maka dia akan dijadikan paham terhadap (ilmu) agama.’”
Diriwayatkan dari Tsa’labah bin Al-Hakam; dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يقول الله تعالى للعلماء يوم القيامة إذا قعد على كرسيه لقضاء عباده: إني لم أجعل علمي وحكمتي فيكم ( 5 ) إلا وأنا أريد أن أغفر لكم على ما كان منكم، ولا أبالي
‘Allah Ta’ala berfirman kepada ulama pada hari kiamat –saat Allah duduk di Kursi-Nya untuk memutuskan perkara hamba-hamba-Nya–, ‘Aku tak menjadikan ilmu dan hikmah-Ku turun kepada Kalian melainkan Aku ingin mengampuni kalian dengannya. Jangan menolak-Ku!’” (Al-Mu’jam Al-Kabir, 2:84; Al-Haitsami berkomentar dalam Al-Majma’, 1:126, “Para periwayatnya tsiqah.”)
Tentang firman Allah dalam surat Thaha ayat kedua, Qatadah menjelaskan, “Demi Allah! Dia tak membuat (manusia) susah. Akan tetapi Dia menjadikannya rahmat dan cahaya serta petunjuk menuju surga.” (Tafsir Ibnu Katsir, 5:272)
Tentang ayat ketiga, Qatadah juga menjelaskan, “Sesungguhnya Allah menurunkan kitab-Nya serta mengutus rasul-rasul-Nya sebagai rahmat yang menjadi bentuk kasih-Nya kepada para hamba. Supaya orang-orang mengingat (Allah) dan manusia memperoleh manfaat dari ayat yang didengarnya dari Kitabullah. Itulah peringatan yang diturunkan Allah; di dalamnya terkandung hal-hal yang dihalalalkan-Nya dan hal-hal yang diharamkan-Nya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 5:272)
Bukan hanya pada zaman ini. Sejak zaman jahiliah pun, orang kafir mencibir kaum muslimin atas ketundukan mereka kepada syariat Allah.
“Sungguh engkau benar-benar susah karena telah meninggalkan agama (nenek moyang) kita!” Demikianlah lontaran ucapan Abu Jahal dan An-Nadhr bin Al-Harits kepada Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam itu tatkala melihat panjangnya ibadah dan kesungguhan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Omongan serampangan itu menjadi sebab turunnya surat Thaha ayat pertama dan kedua. (Lihat Asbabun Nuzul, 1:205)
Sungguh tiada hiburan yang paling menghibur melainkan pembelaan Allah atas hamba-hamba-Nya yang shalih lagi patuh.
Sewaktu Alquran turun kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya berdiri lalu mendirikan shalat. Melihat itu, berkatalah orang-orang kafir Quraisy, “Tidaklah Allah menurunkan Al Quran ini kepada Muhammad melainkan untuk menyusahkannya.” Oleh karena peristiwa ini, Allah menurunkan firman-Nya, “Thaha. Tidaklah Kami turunkan Alquran kepadamu untuk menyusahkanmu.” (LihatAsbabun Nuzul, 1:205)
Hidayah dan kesesatan jelas berbeda
Ibnul Qayyim menguraikan pembahasan yang menarik dalam kitab beliau, Al-Fawaid:
Hidayah pertanda rahmat, kesesatan pertanda kesusahan.
Sebagaimana Allah Subhanah menggandengkan petunjuk dan ketakwaan serta kesesatan dan penyimpangan, maka demikian pula Allah menyandingkan petunjuk dan ramhat serta kesesatan dan kesusahan.
Pertama, Firman-Nya,
« أولئك على هدى من ربهم وأولئك هم المفلحون » البقرة : الآية رقم : 5 ،
“Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.s. Al-Baqarah: 5)
وقال : « أولئك عليهم صلوات من ربهم ورحمة وأولئك هم المهتدون » البقرة : الآية رقم : 157 .
Firman-Nya, “Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.s. Al-Baqarah: 157)
Dia berfirman tentang orang-orang mu’min,
« ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب » آل عمران : الآية رقم : 8 ،
“(Mereka berdoa), ‘Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau. karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).’”(Q.s. Ali Imran: 8)
Dia berfirman,
« ربنا آتنا من لدنك رحمة وهيئ لنا من أمرنا رشدا » الكهف : الآية رقم : 10 ،
“(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdo’a, ‘Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).’” (Q.s. Al-Kahfi: 10)
Dia berfirman,
« لقد كان في قصصهم عبرة لأولي الألباب ما كان حديثا يفترى ولكن تصديق الذي بين يديه وتفصيل كل شيء وهدى ورحمة لقوم يؤمنون » سورة يوسف : الآية رقم : 111 ،
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (Q.s. Yusuf: 111)
Dia berfirman,
« وما أنزلنا عليك الكتاب إلا لتبين لهم الذي اختلفوا فيه وهدى ورحمة لقوم يؤمنون » النحل : الآية رقم : 64
“Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Qur’an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (Q.s. An-Nahl: 64)
Dia berfirman,
« ونزلنا عليك الكتاب تبيانا لكل شيء وهدى ورحمة وبشرى للمسلمين » النحل : الآية رقم : 89 ،
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”(Q.s. An-Nahl: 89)
Dia berfirman,
« يا أيها الناس قد جاءتكم موعظة من ربكم وشفاء لما في الصدور ورحمة للمؤمنين » يونس : الآية رقم : 57 ،
“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Q.s. Yunus: 57)
Kemudian Allah Subhanah mengulang kembali penyebutan kedua hal tersebut. Dia berfirman,
« قل بفضل الله وبرحمته فبذلك فليفرحوا » يونس : الآية رقم : 58 .
“Katakanlah, ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.’” (Q.s. Yunus: 58)
Generasi salaf mengungkapkan beragam tafsir untuk “al-fadhl” (keutamaan) dan “rahmah” (rahmat). Yang shahih, keduanya bermakna petunjuk (al-huda) dan nikmat (an-ni’mah). Keutamaan dari-Nya adalah hidayah-Nya, rahmat-Nya dalah nikmat-Nya/ oleh karena itu, Allah menyandingkan hidayah dan nikmat sebagaimana dalam firman-Nya di surat Al-Fatihah,
« اهدنا الصراط المستقيم صراط الذين أنعمت عليهم » الفاتحة : الآية رقم : 6 .
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, ….” (Q.s. Al-Fatihah: 6)
Di antaranya adalah firman-Nya kepada Nabi-Nya untuk mengingatkannya atas nikmat Allah kepadanya,
« ألم يجدك يتيما فآوى ووجدك ضالا فهدى، ووجدك عائلا فأغنى » الضحى : الآية رقم : 6 ، 7 ، 8
“Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung , lalu Dia memberikan petunjuk.Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.” (Q.s. Adh-Dhuha: 6—8)
Allah menggabungkan hidayah dan nikmat dengan kecukupan dan kekayaan.
Ayat lain yang menyatakan penjelasan ini adalah firman Allah tentang perkataan Nabi Nuh‘alaihissalam,
« يا قوم أرأيتم إن كنت على بينة من ربي وآتاني رحمة من عنده » هود : الآية رقم : 28 ، :
“Wahai kaumku, bagaimana pikiranmu, jika aku ada mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku, dan diberinya aku rahmat dari sisi-Nya, ….” (Q.s. Hud: 28)
Juga tentang ucapan Syu’aib,
« أرأيتم إن كنت على بينة من ربي ورزقني منه رزقا حسنا» هود : الآية رقم : 88 ،
“Wahai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)?” (Q.s. Hud: 88)
Juga firman Allah tentang Nabi Khidhir,
« فوجدا عبدا من عبادنا آتيناه رحمة من عندنا وعلمناه من لدنا علما » الكهف : الآية رقم : 65 ،
“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Q.s. Al-Kahfi: 65)
Firman Allah kepada Rasul-Nya,
« إنا فتحنا لك فتحا مبينا، ليغفر لك الله ما تقدم من ذنبك وما تأخر ويتم نعمته عليك ويهديك صراطا مستقيما، وينصرك الله نصرا عزيزا » الفتح : الآية رقم : 1 ، 2 ، 3 ،
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang, serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus, juga supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak).”(Q.s. Al-Fath: 1—3)
Firman-Nya,
« وأنزل الله عليك الكتاب والحكمة وعلمك ما لم تكن تعلم وكان فضل الله عليك عظيما » النساء : الآية رقم : 113 ،
“Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.” (Q.s. An-Nisa’: 113)
Firman-Nya,
« ولولا فضل الله عليكم ورحمته ما زكى منكم من أحد أبدا » النور : الآية رقم : 21 ،
“Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya,….” (Q.s. An-Nur: 21)
Keutamaan-Nya adalah hidayah-Nya dan rahmat-Nya adalah nikmat-Nya. Kebaikan dari-Nya berupa keutamaan dan rahmat yang Dia karuniakan kepada mereka (hmaba-hamba-Nya),
« فإما يأتينكم مني هدى فمن اتبع هداي فلا يضل ولا يشقى » طه : الآية رقم : 123 ،
“… Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (Q.s. Thaha: 123)
Hidayah adalah lawan kesesatan. Sedangkan rahmat lawan dari kesusahan. Kandungan ini tersirat di awal surat Thaha,
« طه ، ما أنزلنا عليك القرآن لتشقى » طه : الآية رقم : 1 ، 2
“Thaha . Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah.”(Q.s. Thaha: 1—2)
Ibnul Qayyim melanjutkan dengan uraian yang sangat manis, “Dia (Allah) menggabungkan turunnya Al-Qur’an kepadanya (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) dengan penafian rasa susah dari diri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana Dia berfirman di akhir surat Thaha tentang kesungguhan ittiba’ beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam (terhadap syariat Allah),
« فلا يضل ولا يشقى» .
‘… Maka ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.’ (Q.s. Thaha: 123)
Hidayah, keutamaan, nikmat, dan rahmat adalah hal-hal yang saling berkaitan, tak terpisahkan satu sama lain. Serupa dengan itu, kesesatan dan kesusahan akan saling bertautan, tak terpisahkan satu sama lain.”
Maraji’:
- Al-Fawaid, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, ِAl-Maktabah Asy-Syamilah.
- Asbabun Nuzul Al-Qur’an, Al-Wahidi, Al-Maktabah Asy-Syamilah.
- Tafsir Al-Qur’an Al-’Azhim, Ibnu Katsir
Langganan:
Postingan (Atom)