BERAKHIRNYA SUATU PERJANJIAN INTERNASIONAL
Menurut Prof.Dr.Mochtar Kusumaatmadja S.H, mengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir karena hal-hal sebagai berikut;
1) Telah tercapai tujuan dari perjanjian internasional itu
2) Masa berlaku perjanjian internasional itu sudah habis
3) Salah satu pihak peserta perjanjian menghilang atau punahnya objek perjanjian itu
4) Adanya persetujuan dari para peserta untuk mengakhiri perjanjian internasional itu
5) Adanya perjanjian baru antara peserta yang kemudian meniadakan perjanjian yang terdahulu
6) Syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sudah dipenuhi
7) Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima oleh pihak lain.
Dari berbagai ketenuan umum mengenai punahnya perjanjian di atas tampak bahwa berakhirnya perjanjian itu dalam banyak hal dapat di atur oleh para pesertaperjanjian itu sendiri berupa ketentuan yang disepakati.
Sedangkam menurut J.G Starke traktat dapat di akhiri oleh : hukum dan tindakan – tindakan negara – negara peserta.
1. Berakhirnya traktakt karena hukum
a. Hilangnya salah satu pokok pesertya pada sebuah traktat bilateral, atau keseluruhan pokok persoalan dari suatu traktat dapat membubarkan instrumen terserbut.
b. Traktat-traktat dapat berakhir berlakunya karena pecahnya perang antara para peserta.
c. Kecuali kasus ketentuan-ketentuan untuk perlindungan manusia yang dimuat dalam traktat-traktat yang bersifat kemanusiaan, suatu pelanggaran materi dari sebuah traktat bilateral oleh salah satu peserta akan memberikan hak kepada peserta lain untuk mengakhiri traktat atau menangguhkan berlakunya, sedangkan suatu pelanggaran materil atas suatu traktat multilateral oleh salah satu pesertanya, menurut ketentuan-ketentuan, akan dapat menyebabkan berakhirnya traktat di anatara semua peserta, atau antara negara yang bersalah dan peserta lain yang secara khusus terkena akibat oleh pelanggaran tersebut (Konvensi Wina Pasal 60).
d. Ketidakmungkinan melaksanakan traktat karena hapusnya atau rusaknya secara permanen suatu tujuan yang sangat diperlukan untuk melaksanakan traktat akan mengakibatkan berakhirnya traktat, tetapi tidak demikian apabila ketidakmungkinan itu disebabkan karena pelanggaran traktat itu sendiri, atau karena suatu kewajiban internasional yang dilaksanakan oleh peserta yang berusaha untuk mengakhiri traktat atas dasar ketidakmungkinan tersebut (Konvensi Wina Pasal 61).
e. Traktat-traktat yang dibubarkan sebagai akibat dari apa yang secara tradisional disebut sebagai doktrin rebus sic stantibus, meskipun ada kecendrungan pada saat ini untuk membuang sebutan “rebus sic stantibus”. Menurut doktrin ini, suatu perubahan fundamental pada keadaan fakta yang ada pada waktu traktat itu di bentuk dapat dinyatakan sebagai alasan pengakhiran traktat, atau untuk mengundurkan diri dari traktat itu. Juga ditentukan bahwa ada suatu syarat atau klausula implisit yang diperlukan dalam traktat tersebut klausula rebus sic stantibus yang berbunyi bahwa kewajiban-kewajiban traktat hanya berlaku selama keadaan-keadaan yang esensial tetap tidak berubah.
f. Suatu traktat yang secara spesifik di tutup untuk jangka waktu yang ditentukan akan berakhir pada saat berakhirnya jangka waktu tersebut.
g. Apabila adanya denunsiasi (denunciation) terhadap suatu traktat multilateral telah mengurangi jumlah negara peserta menjadi kurang dari jumlah yang ditentukan oleh traktat itu untuk berlakunya , maka traktat tersebut akan berakhir berlakunya apabila tentang hal ini ditentukan baik secara tegas maupun implisit; sebaliknya suatu traktat multilateral tidak berakhir hanya karena alasan fakta bahwa jumlah pesertanya di bawah jumlah yang di perlukan untuk mulai berlakunya (Konvensi Wina pasal 55).
h. Pasal 64 konvensi Wina menentukan bahwa apabila suatu norma Jus cogens yang menentukan muncul, maka traktat yang ada yang bertentangan dengan norma tersebut menjadi batal dan berakhir. Ini adalah suatu ketentuan yang kontroversial dan mengingat oposisi yang dihadapi pada saat berlangsungnya Konfrensi wina 1968-1969 yang melahirkan konvensi, maka ketentuan itu tidak dapat dikatakan memuat suatu kaidah hukum yang diterima secara universal.Satu keberatan utama terhadap ketentuan tersebut adalah bahwa tidak ada traktat yang secara aman dimasuki peserta tanpa menghadapi bahaya akibat ketidaksahannya karena alasan perkembangan di masa mendatang yang tidak di antisipasi dalam bentuk prinsip-prinsip hukum internasional yang lebih tinggi. Juga, sesungguhnya para peserta tidak akan menyetujui, suatu ketentuan yang dibuat dalam suatu traktat, untuk menyampingkan tersebut risiko demikian, karena ketentuan yang menyampingkan sebagai ketentuan yang tidak sah oleh ketentuan Jus cogens.
2. Berakhirnya traktat oleh tindakan para peserta
a. Berakhirnya traktat atau penarikan diri peserta dapat terjadi sesuai setujuan ketentuan-ketentuan traktat, atau setiap waktu dengan persetujuan semua peserta setelah dilakukan konsultai satu sama lain(Konvensi Wina Pasal 54). Suatu traktat juga akan dianggap berakhir apabila semua pesertanya membentuk traktat berikutnya yang berkenaan dengan pokok permasalahan yang sama dan tampak jelas dari traktat yang belakangan ini atau sebaliknya bahwa para peserta menghendaki untuk mengatur permasalahan tersebut dalam traktat baru tersebut, atau bahwa ketentuan-ketentuan dari tyraktat yang di bentuk belakangan sebegitu jauh tidak berkesusaian dengan ketentuan –ketentuan yang di atur dalam traktat sebelumnya sehingga kedua instrumenitu tidak dapat diberlakukan pada waktu yang bersamaan(Konvensi wina Pasal 59).
b. Apabila suatu negara peserta ingin menarik diri dari sebuah traktat, maka biasanya ia melakukan hal tersebut dengan cara memberitahukan pengakhiran itu, atau dengan tindakan denunsiasi. Istilah “denunsiasi’ (denunciation) menunjuk kepada pemberitahuan oleh satu negara kepada negara-negara peserta lain bahwa pihaknya bermaksud menarik kepada negara-negara peserta lain bahwa pihaknya bermaksud menarik diri dari traktat. Biasanya, traktat itu sendiri mengatur tentang denunsiasi, atau negara terkait, dengan persetujuan peserta-peserta lain, memiliki hak denunsiasi. Dalam hal tidak adanya ketentuan demikian, maka denunsiasi dan penarikan diri tidak diperkenankan dan semua peserta lain harus menyetujui kaidah tentang denunsiasi atau penarikan diri itu, kecuali ditetapkan bahwa peserta-peserta itu menghendaki untuk memperbolehkan kemungkinan denunsiasi atau penarikan diri, atau suatu hak denunsiasi atau penarikan diri secara implisit dimuat dalam traktat (Konvensi Wina Pasal 56) Kesulitan praktis berkenaan dengan denunsiasi atau penarikan diri oleh suatu negara adalah kemungkinan imbulnya kesulitan terhadap negara-negara peserta lain, yang menginginkan untuk meneruskan keikutsertaan dalam traktat terkait, karena mengganggu keseimbangan umum hak-hak dan kewajiban yang sejak awal telah ditetapkan dalam traktat tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar